Setelah Berkunjung Silahkan Berkomentar

Riko Anwar Saputra


Jumat, 11 Januari 2013

EVALUASI KINERJA ORGANISASI



   
A. Pengertian Evaluasi
Pada umumnya konsep evaluasi sebagai proses adalah: (1) mengumpulkan informasi dan (2) menggunakan standar atau kriteria dalam evaluasi (3) menarik kesimpulan, menetapkan suatu keputusan yang berguna yang dapat diaplikasikan pada semua situasi yang dihadapkan pada pimpinan organisasi. Ketiga unsur tersebut dicakup pada semua evaluasi. Semua metode kerja, kegiatan dan situasi dalam suatu organisasi dapat dievaluasi.
Evaluasi dalam konteks manajemen terutama digunakan untuk membantu memilih dan merancang kegiatan yang akan datang. Studi evaluasi dapat menilai atau menduga keadaan yang dihasilkan suatu kegiatan dalam hal ini perubahan organisasi (mencakup keluaran/output dan hasil/outcome) dan distribusi manfaat diantara berbagai kelompok sasaran, dan dapat menilai efektivitas biaya dari proyek dibanding dengan pilihan lainnya. Jika kegiatan tidak mempunyai sistem evaluasi yang efektif, bahaya akan meningkat untuk melanjutkan kegiatan yang tidak menghasilkan manfaat yang diinginkan. Evaluasi diperlukan untuk melihat kesenjangan antara “harapan dan kenyataan”. Hal yang sangat dipentingkan dalam semua kegiatan evaluasi adalah kesempurnaan dan keakuratan data. Evaluasi pada dasarnya merupakan kajian yang merupakan kegiatan mencari faktor-faktor penyebab timbulnya permasalahan, bukan hanya sekedar gejala yang tampak dalam permukaan. Karena itu evaluasi merupakan kegiatan diagnostik, menjelaskan interpretasi hasil analisis data dan kesimpulan.
Ada sebuah ungkapan yang menyatakan bahwa dunia akan selalu berubah, masyarakat berubah, lingkungan berubah dan semuanya berubah. Pendek kata tidak ada yang abadi kecuali perubahan itu sendiri. Organisasi pemerintah sebagai sebuah organisasi terbuka suka atau tidak suka akan menghadapi perubahanperubahan tersebut. Untuk itu ia harus terus menerus menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi dilingkungan strategisnya. Dalam rangka mewujudkan organisasi berkinerja tinggi, langkah akhir dalam proses yang harus dilakukan adalah tahap evaluasi terhadap kinerja organisasi, sebagai upaya menuju organisasi berkinerja tinggi.
Proses evaluasi terhadap kinerja organisasi ini penting dilakukan, karena tanpa evaluasi tidak akan diketahui sampai sejauhmana organisasi tersebut telah efektif melakukan perubahan menuju organisasi berkinerja tinggi. Bisa dikatakan bahwa evaluasi terhadap kinerja organisasi pada hakekatnya adalah sebuah usaha untuk mengetahui “di mana kita nyatanya berada” dan “di mana kita seharusnya berada”. Dari hasil evaluasi bisa diketahui apa kekurangan dalam mewujudkan organisasi berkinerja tinggi dan kemudian dapat dilakukan langkah-langkah intervensi untuk memperbaiki kondisi yang ada.
Selanjutnya sebagai indikator organisasi berkinerja tinggi dapat diukur dari hasil kerja organisasi (kinerja) organisasi itu sendiri. Bila hasil evaluasi ternyata menunjukkan kinerja yang tinggi berarti organisasi tersebut telah berhasil melakukan perubahan menjadi organisasi berkinerja tinggi. Akan tetapi sebaliknya bila hasil evaluasi menunjukkan kinerja yang belum memuaskan, maka perlu dicari permasalahan apa yang menghambat terwujudnya organisasi berkinerja tinggi.
B. Pendekatan Evaluasi Kinerja Organisasi
Mengingat pentingnya evaluasi kinerja organisasi untuk mengetahui tingkat perubahan datam mewujudkan organisasi berkinerja tinggi, maka pertanyaan yang muncul adalah:
·        bagaimana melakukan evaluasi terhadap kinerja organisasi?
·        Pendekatan apa yang digunakan?
·        dan indikator apa saja yang pertu diukur sehingga evaluasi yang dilakukan dapat memberi informasi keadaan yang sebenarnya dari tingkat kinerja yang ada?
Untuk mengevaluasi kinerja sebuah organisasi bisa digunakan beberapa pendekatan. Pendekatan tersebut antara lain:
1. Pendekatan pencapaian tujuan
Pendekatan ini merupakan pendekatan yang paling umum digunakan dalam menilai kinerja organisasi, dimana output dan atau hasil yang ada/dicapai dibandingkan dengan hasil sebelumnya dan rencana/target yang telah ditetapkan. Dengan kriteria ini kinerja organisasi ditentukan dengan seberapa jauh pencapaian tujuan organisasi.
Untuk bisa menggunakan pendekatan ini, ada beberapa hal yang harus dipenuhi, antara lain:
·        Organisasi mempunyai tujuan akhir yang jelas, yang tercermin dari visi dan misi yang dimiliki
·        Tujuan-tujuan tersebut diidentifikasi dan ditetapkan dengan baik agar dapat dimengerti
·        Tujuan-tujuan tersebut sedikit saja agar mudah dikelola
·        Ada konsensus untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.
·        Kemajuan kearah pencapaian tujuan tersebut dapat diukur.
2. Pendekatan Sistem/Proses Internal
Organisasi yang berkinerja tinggi harus memiliki proses internal “yang sehat”. Organisasi memiliki proses internal yang sehat jika arus informasi berjalan baik, pegawai mempunyai loyalitas, komitmen, kepuasan kerja dan saling percaya. Kriteria yang lain adalah minimalnya konflik yang tidak perlu terjadi serta tidak ada manuver politik yang merusak dari para anggota. Selain itu, pendekatan ini lebih menekankan kriteria yang akan meningkatkan kelangsungan hidup jangka panjang dari organisasi, seperti memperoleh sumber daya, mempertahankan dirinya secara internal dan berintegrasi dengan lingkungan eksternalnya. Tujuan akhir tidak diabaikan, tetapi hanya dipandang sebagai satu elemen di dalam kumpulan kriteria yang lebih kompleks. Pendekatan ini lebih menekankan pada cara untuk mencapai tujuan. Hal-hal tersebut di atas didasarkan pada asumsi-asumsi sebagai berikut :
·        Organisasi terdiri dari sub-sub bagian yang saling berhubungan, dimana jika salah satu bagian mempunyai kinerja yang jelek akan berpengaruh terhadap keseluruhan organisasi.
·        Interaksi yang berhasil dengan lingkungan, sehingga manajemen tidak boleh gagal dalam mempertahankan hubungan baik dengan pelanggan, serikat pekerja, dan lainnya.
·        Kelangsungan hidup membutuhkan sumber daya, oleh karena itu harus dilakukan penggantian terus menerus terhadap bahan baku, lowongan/ kekurangan pegawai diisi, perubahan pelanggan diantisipasi dan sebagainya.
Pendekatan sistem ini akan sangat berguna jika ada hubungan yang jelas antara masukan (input) dan keluaran (out-put) dan sebaliknya ada beberapa kendala karena kesulitan mengembangkan alat ukur, misalnya untuk melihat kejelasan komunikasi intern.
3. Pendekatan Kepuasan Konstituen Strategis
Organisasi tergantung dan sekaligus mempengaruhi hidup orang-orang atau pihak di luar organisasi. Oleh karena itu tingkat kepuasan tiap-tiap pihak yang terlibat merupakan kriteria penting bagi kinerja organisasi. Dengan pendekatan ini organisasi pemerintah dikatakan efektif dan atau berkinerja tinggi jika dapat memenuhi tuntutan dari konstituen yang mendukung kelanjutan eksistensi organisasi tersebut. Yang dimaksud dengan konstituen disini adalah orang atau sekelompok orang yang mempunyai pengaruh terhadap kelangsungan hidup organisasi, seperti penyedia sumber daya, pelanggan dan sebgainya.
Dan hal tersebut penting kiranya bagi organisasi mempunyai kemampuan untuk mengidentifikasi konstituennya yang penting. Organisasi mampu menilai pola preferensi konstituen tersebut dan mampu memenuhi tuntutannya serta pada akhirnya organisasi harus mengejar sejumlah tujuan yang dipilih sebagai respon terhadap kelompok-kelompok kepentingan.
Pendekatan ini akan sangat berguna ketika konstituen mempunyai pengaruh yang kuat terhadap organisasi. Seperti yang terjadi sekarang ini dimana masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat dan Dewan Perwakilan Rakyat begitu kuat tuntutannya kepada pemerintah (baca: organisasi pemerintah) untuk bisa memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya. Karena adanya tuntutan tersebut organisasi pemerintah diharapkan menanggapi dan memenuhi tuntutan konstituen tersebut.
Ada beberapa kesulitan yang mungkin akan dihadapi ketika menggunakan pendekatan ini. Penentuan konstituen strategis pada lingkungan yang besar pada prakteknya sangat sulit, karena lingkungan berubah dengan cepat. Hal lain adalah pada masing-masing bagian/unit organisasi bisa saja mempunyai konstituen strategis yang berbeda. Dengan kondisi ini dengan sendirinya organisasi akan kesulitan menetapkan konstituen mana yang harus dipenuhi tuntutannya.
4. Pendekatan Faktor Bersaing
Pada pendekatan ini seluruh variabel yang mempengaruhi efektivitas organisasi diidentifikasi, kemudian menentukan bagaimana variabelvariabel tersebut saling berhubungan. Hal ini dilakukan karena menurut pendekatan ini, tidak ada pendekatan/kriteria yang paling baik untuk menilai kinerja organisasi. Tidak ada tujuan tunggal yang dapat disetujui semua orang dan tidak ada konsensus yang menetapkan tujuan mana yang harus didahulukan. Oleh karena itu berbagai pendekatan tersebut dikonsolidasikan/dikombinasikan sehingga membentuk kumpulan dasar nilai bersaing.
Dari kombinasi yang dilakukan didapat tiga kumpulan dasar nilai bersaing sebagai berikut :
·        Fleksibilitas versus kontrol. Dalam tiap organisasi dibutuhkan adanya fleksibilitas dan sekaligus kontrol yang merupakan dimensi yang saling berlawanan. Fleksibilitas menghargai inovasi, penyesuaian dan perubahan mengikuti perubahan dalam lingkungan, sedangkan kontrol lebih menyukai stabilitas, ketentraman dan kemungkinan prediksi.
·        Kepentingan manusia versus kepentingan organisasi. Dalam tiap organisasi dimana didalamnya terdiri dari manusia, akan selalu ada persaingan dimana manusia (sebagai individu/kelompok kecil individu) mempunyai kepentingan yang terkadang berbenturan dengan kepentingan organisasi. Dari hal ter sebut ter jadi persaingan apakah penekanan lebih terhadap kebutuhan dan kesejahteraan manusia atau pengembangan dan produktivitas organisasi.
·        Cara/proses versus tujuan/hasil. Kondisi ideal dari tiap organisasi adalah cara/proses berjalan dengan baik dalam arti sinergi dari tiap orang/unit berjalan baik sehingga tujuan organisasi tercapai dengan baik.

0 komentar:

Posting Komentar