Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan
Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK) adalah kebijakan pemerintah
untuk mengubah format organisasi kemahsiswaan dengan melarang Mahasiswa terjun
ke dalam politik praktis, yaitu dengan SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.
0457/0/1990 tentang Pola Pembinaan dan Pengembangan Kemahasiswaan di Perguruan
Tinggi, dimana Organisasi Kemahasiswaan pada tingkat Perguruan Tinggi bernama SMPT
(senat mahasiswa perguruan tinggi).
NKK/BKK menjadi dua akronim yag menjadi
momok bagi aktivis Gerakan Mahasiswa tahun 1980-an. Istilah tersebut mengacu pada kebijakan keras rezim Presiden Soeharto pada tahun1978 melalui Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Daoed Joesoef untuk membungkam aksi kritis mahasiswa terhadap jalannya pembangunan dan
kebijaksanaan pemerintah saat itu.
Simbol institusi perlawanan mahasiswa saat
itu adalah Dewan Mahasiswa, organisasi intra kampus yang berkembang di semua
kampus. Karena Dewan Mahasiswa menjadi pelopor gerakan mahasiswa dalam menolak
pencalonan Soeharto pasca pemilu 1977, kampus dianggap tidak
normal saat itu dan dirasa perlu untuk dinormalkan. Lahirlah kebijakan
Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK) sekaligus pembubaran dan pelarangan
organisasi intra universitas di tingkat perguruan tinggi yaitu Dewan Mahasiswa.
Dan sejak 1978 itulah, ketika NKK/BKK
diterapkan di kampus, aktivitas kemahasiswaan kembali terkonsentrasi di
kantung-kantung Himpunan Jurusan dan Fakultas. Mahasiswa dipecah-pecah dalam
disiplin ilmu nya masing-masing. Ikatan mahasiswa antar kampus yang
diperbolehkan juga yang berorientasi pada disiplin ilmunya, misalnya ada Ikatan
Senat Mahasiswa Ekonomi Indonesia (ISMEI), Ikatan Senat Mahasiswa Pertanian Indonesia
(ISMPI) dan sebagainya.
Perjalanan upaya realisasi organisasi
kemahasiswaan terpusat dalam kemahasiswaan di kampus-kampus Indonesia berjalan
sangat beragam. Pemerintah memang mengganti keberadaan Dewan Mahasiswa
(Universitas) dengan Badan Koordinasi Kemahasiswaan (BKK). Menurut peraturan
menteri, Ketua BKK adalah dosen yaitu Pembantu Rektor III. Bayangkan
absurd-nya dan aneh-nya peraturan itu. Sebuah Lembaga Kemahasiswaan, tetapi
Ketua nya Dosen.
Di ITB, kampus yang paling keras menolak kebijaksanaan tersebut, BKK nyaris tak
pernah jelas eksistensinya. Para dosen juga tampaknya enggan bermusuhan dengan
para yunior-nya, mahasiswa yang jelas menentang habis keberadaan BKK. Di UGM, de facto BKK memang ada namun juga tidak berjalan.
Tidak ada Senat Mahasiswa di tingkat Fakultas yang peduli dengan lembaga
tersebut. Yang ajaib di UII Yogyakarta. Di Kampus Perguruan Tinggi Islam tertua
di Indonesia itu, Dewan Mahasiswa memang dibubarkan. Tetapi reinkarnasi menjadi
BKK. Hanya saja Ketua BKK adalah mahasiswa juga, jadi masih dalam format Dewan
Mahasiswa juga.
Di Salatiga, Kampus Universitas Kristen
Satya Wacana juga melakukan kreasi serupa. Keberadaan
BKK diakui namun pengurusnya berasal dari mahasiswa sendiri. Sedangkan di
ibukota negara, Universitas Indonesia memang memiliki BKK tetapi fungsi sehari-hari dijalankan oleh Forum para
Ketua Senat Mahasiswa Fakultas, dan dinamakan Forkom UI.
Beberapa anggota DPR sempat mengusulkan
pengajuan hak interpelasi oleh Syafi'i Sulaiman dan kawan-kawan tentang
NKK/BKK, pada tahun 1979. Pengusul adalah anggota Fraksi Persatuan Pembangunan (F-PP) dari Nahdlatul Ulama (NU), sedangkan para 24 pengusul lainnya terdiri dari anggota F-PP dan
Fraksi Partai Demokrasi Indonesia (F-PDI). Inilah satu-satunya usul interpelasi
dalam era Orde Baru sejak pemilu 1977. [1].
0 komentar:
Posting Komentar