Setelah Berkunjung Silahkan Berkomentar

Riko Anwar Saputra


Selasa, 08 Januari 2013

Manajemen Bencana


Bencana lagi
Masih kental diingatan, bencana gempa bumi dan tsunami Flores 12 Desember 1992 lalu.
Kerusakan yang belum sepenuhnya selesai dibenahi. Berikutnya, Gunung Semeru memuntahkan
material panas ke kawasan Lumajang Timur. Bencana itu mendatangkan keruguan ratusan juta
rupiah, menewaskan beberapa penduduk, serta seorang wartawan. Berikutnya, gempa bumi di
Liwa Lampung Barat, Rabu 16 Februari pukul 00.07,35 WIB. Gempa selama lima menit dengan
kekuatan 6,5 Skala Richter itu, telah menghancurkan 80% bangunan yang ada bernilai puluhan
milyar rupiah. Serta lebih 200 penduduk tewas, dan 1000 penduduk luka berat dan luka ringan.
Terakhir, Jum’at 3 Juni 1994 pukul 02.00 WIB dinihari,gelombang pasang menggulung di
sepanjang pantai Jawa Selatan, mulai Pacitan  di bagian barat, sampai Banyuwangi. Sedikitnya
telah ditemukan 300 orang meninggal, tercatat jumlah terbanyak tercatat di Banyuwangi mencapai
125 orang. Konon tsunami tersebut akibat langsung dari gempa yang terjadi pukul 01.17 WIB hari
itu juga. Menurut Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Jakarta, gempa berkekuatan 5,9 skala
Richter. Pusat gempa pada 10.00 derajat lintang selatan dan 112,27 bujur timur,225 km dari pantai
Malang Selatan pada kedalaman 33 km. Sebelah selatan ke utara, Lempeng Eurasia di sebelah
utara –barat ke selatan –timur, lempeng Filipina disebelah utara bergerak ke barat, serta Lempeng
Pasifik di sebelah timur,bergerak barat. Dan masing-masing lempeng itu bergerak dengan
kecepatan 8 cm / tahun sampai 12 cm / tahun, dengan hubungan antar lempeng yang saling
menunjam dan berpapasan. Kondisi ini yang menjadikan munculnya jajaran gunung api sepanjang
pantai selatan pulau Sumatera, Jawa, dan Kepulauan Banda, serta munculnya pusat-pusat gempa
patahan-patahan.
Gempa
Gempa bumi adalah gejala alam,berupa sentakan alamiah yang terjadi di bumi, yang bersumber di
dalam bumi dan merambat ke permukaan. Gempa adalah salah satu bencana alam yang dapat
diramalkan. Ada tiga kelompok pembagian gempa  bumi yang lazim kita kenal. Pertama gempa
tektonik, yaitu yang berkaitan erat dengan pembentukan patahan (fault), sebagai akibat langsung
dari tumbukan antar lempeng pembentuk kulit bumi. Gempa ini merupakan gempa yang umumnya
berkekuatan lebih dari 5 skala Richter. Gempa  vulkanik, yaitu gempa berkaitan dengan aktivitas
gunung api. Gempa ini merupakan gempa mikro sampai menengah, gempa ini umumnya
berkekuatan kurang dari 4 skala Richter. Ketiga, terban yang muncul akibat longsoran / terban dan
merupakan gempa kecil. Kekuatan gempa mungkin sangat kecil sehingga yang muncul tidak
terasa, berupa tremor dan hanya terdeteksi oleh seismograf.
Patahan-patahan besar juga merupakan penyebab gempa yang dahsyat. Misalnya patahan
Semangko yang membujur membelah pulau Sumatera, patahan Palu-Koro di Sulawesi, patahan
berarah Laut- Barat Daya dan Barat Laut – Tenggara yang merajam Jawa dan juga patahan
Sorong di Kepala Burung Irian. Patahan-patahan tersebut merupakan zona lemah yang mudah
oleh gempa tektonik. Pusat gempa itu sendiri  begitu banyak dan mengerombol. Menyebabkan
Indonesia ini banyak memiliki potensi bencana gempa. Antara lain Aceh, Padang, Bengkulu,
Sukabumi, Wonosobo, Maluku dan Irian Jaya. 2
Tsunami
Tsunami (gelombang pasang) umumnya menerjang  pantai landai. Asal-usul kejadiannya dapat
dihubungkan dengan adanya tektonik (selanjutnya disebut gempa) dan letusan gunung api.
Tsunami yang berhubungan dengan gempa dan letusan gunung api merupakan bencana alam lain
yang kedatangannya tidak dapat diramal.
Gempa-gempa dalam, umumnya tidak berpotensi langsung terhadap terjadinya tsunami. Contoh
actual adalah gempa yang terjadi Sabtu pagi, 4  Juni 1994. Gempa tersebut berpusat di 345 km
sebelah barat daya Denpasar, dan memiliki getaran sampai 6 skala Richter. Walaupun getarannya
terasa kuat di Mataram, Lombok dan Denpasar, namun kenyataannya tidak menimbulkan tsunami,
karena memiliki kedalaman 61 km.
Gempa yang berpengaruh langsung menimbulkan tsunami umumnya merupakan gempa dangkal,
yang mempunyai kedalaman sumber sekitar  50 km atau kurang. Umumnya, gempa hanya
bertindak sebagai pemicu munculnya terjadinya sobekan patahan-patahan. Tsunami yang
melanda Maumere Flores 12 Desember 1992 lalu, tidak langsung berhubungan dengan gempa.
Gempa yang di bawah perairan Flores selatan berfungsi sebagai pemicu aktifnya patahan-patahan
yang terdapat di pantai utara sehingga membentuk sobekan.
Tsunami sepanjang pantai Jawa Timur ini, mengakibatkan korban terbanyak di Banyuwangi, jauh
di timur titik gempa. Gelombang pasang paling besar memang terjadi disekitar itu, maka lebih
dimungkinkan bahwa tsunami merupakan gempa susulan tidak langsung dari gempa yang terjasi
di bawah Malang Selatan itu. Gempa diduga  lebih dulu memicu patahan-patahan anjakan yang
membujur ke arah timur-barat, di sepanjang dasar perairan jawa Timur. Sobekan patahan tidak
akan sama besar, dan dibagian sobekan terbesar lebih memungkinkan memunculkan gelombang
pasang.
Tsunami lain adalah yang berhubungan dengan letusan gunungapi. Tsunami jenis ini, misalnya
adalah tsunami akibat letusan G. Krakatau tahun 1883, yang dinyatakan terhebat dalam sejarah,
telah merenggut lebioh dari 35.000 jiwa di kawasan Lampung dan Jawa Barat.
Gunungapi
Gunung api adalah suatu lubang bumi, yang dari  lubang tersebut dapat dikeluarkan ini bumi
berupa padatan panas, cairan panas dan gas panas. Beberapa tipe letusan gunungapi dapat
diramalkan pemunculannya, karena umumnya memiliki selang waktu letusan. Bahaya yang
ditimbulkan oleh gunung api dikenal sebagai bahaya primer dan bahaya sekunder. Bahaya primer
merupakan bahaya yang berkaitan langsung dengan letusan, Muatan panas berupa padatan,
cairan dan gas tinggi (di atas 500 derajat C) akan menghanguskan semua saja yang disentuhnya.
Jatuhan langsung batu dan abu volkanik panas G. Galunggung, juga guguran lava pijar dan awan
panas wedhus gembel yang dikeluarkan oleh G. Merapi merupakan contoh bahaya primer. Bahaya
sekunder merupakan bahaya yang ditimbulkan secara tidak langsung. Jika hujan turun, lahar
meluncur dan menutup semua yang dilewatinya. Banjir lahar gunung Merapi, dan gunung Kelud
merupakan contoh bahaya sekunder.
Bencana gunung api bukan barang baru. Bencana ini dapat terjadi setiap saat di banyak tempat di
Indonesia, kecuali Irian Jaya, Kalimantan, Timor dan Sumba. Dari 128 gunung api ada, tercatat 70
pernah melakukan kegiatan, 26 diantaranya termasuk kategori rajin sehingga diawasi secara terusmenerus. Bahaya gunung api ini mengancam kawasan lebih kurang 16.620 km. Yang termasuk
kategori rajin antara lain G. Agung, G. Merapi, G Kelud, G. Semeru, G. Raung, G. Lokon. Sepuluh
tahun terakhir ini, beberapa letusan gunung api memeriahkan khasanah bencana alam Indonesia.
Mulai G. Galunggung Jawa Barat, G. Colo Sulawesi Tengah, Ternate, Gunung Kelud Jawa Timur,
G. Merapi, dan terakhir  G. Semeru. Letusan Gunung Krakatau tahun 1883 yang merupakan
letusan monumental yang tercatat dengan baik, menghancurkan pantai Lampung dan Banten.
Yang lain, aadalah terurugnya wilayah kerajaan Mataram Hindu oleh letusan Gunung Merapi tahun
1006 sehingga pemerintah wangsa Syailendra ketika itu, hijrah ke Jawa Timur membuat negara
baru.
Banjir
Meningkatnya banjir yang melanda beberapa daerah di wilayah Indonesia, khususnya Pulau Jawa,
sering dikaitkan dengan pembabatan hutan di kawasan hulu dari sistim daerah aliran sungai 3
(DAS). Banjir, sebenarnya merupakan bencana alam paling dapat diramalkan kedatangannya,
karena berhubungan besar curah hujan. Secara klasik, walaupun tidak  tepat betul, yang dituduh
sebagai biang keladi banjir adalah petani, yang menebang hutan dibagian hulu DAS. Penebangan
dan pengelolaan hutan yang terbatas, tidak begitu saja dapat sistim pengaturan air maupun
pembudidayaan hutan menjadi lading, lahan pertanian atau pemukiman. Apalagi jika disertai
dengan pemadatan tanah dan erosi yang berat. Penebangan hutan dan pemadatan tanah tidak
memberikan kesempatan air hujan untuk meresap ke tanah. Sebagian besar menjadi aliran
permukaan dengan pelumpuran. Apalagi didukung oleh sungai yang semakin dangkal dan
menyempit, bantaran sungai yang penuh dengan penghuni, serta penyumbatan saluran air.
Padahal, sekali kawasan terkena banjir, berikutnya akan mudah banjir lagi. Karena pori permukaan
tanah tertutup sehingga air sama sekali tidak dapat meresap.
Banjir umumnya terjadi didataran, hilir dari suatu DAS yang memiliki pola aliran rapat. Dataran
yang menjadi langganan banjir umumnya memiliki kepadatan pendudukan tinggi. Secara geologis,
berupa lembah atau bentuk cekungan bumi lainnya dengan porositas rendah. Umumnya berupa
delta maupun alluvial. Selain pantai utara Jawa, dataran Bengawan Solo, dataran Sungai Citarum
dan Sungai Bratas, Tinggi Bandung, dataran Sumatera .

0 komentar:

Posting Komentar