Setelah Berkunjung Silahkan Berkomentar

Riko Anwar Saputra


Jumat, 23 Mei 2014

Kesimpulan dan Penjelasan Dari Surah Ali Imran, 3: 159



Kesimpulan isi atau kandungan surah Ali Imran, 3: 159 tersebut adalah merupakan penjelasan bahwa berkat adanya rahmat Allah SWT yang amat besar, Nabi Muhammad SAW merupakan sosok pribadi yang berbudi luhur dan berakhlak mulia. Beliau tidak bersifat dan berperilaku keras serta berhati kasar. Bahkan sebaliknya, beliau adalah orang yang berhati lembut, dan berperilaku baik yang diridai Allah SWT serta mendatangkan berbagai manfaat bagi masyarakat. Selain itu, dalam pergaulan Rasulullah SAW senantiasa member maaf kepada orang yang telah berbuat salah, khususnya terhadap para sahabatnya yang telah melakukan pelanggaran. Dalam perang Uhud Rasulullah SAW juga memohonkan ampun pada Allah SWT terhadap kesalahan mereka dan bermusyawarah dalam hal-hal yang perlu dimusyawarahkan. Untuk melaksanakan tekadnya, khususnya hasil musyawarah Rasulullah SAW selalu bertawakal pada Allah SWT.
Karena budinya yang luhur, dan akhlaknya yang mulia seperti tersebut Rasulullah SAW memperoleh simpati dalam pergaulan, khususnya disenangi dan didekati oleh para sahabatnya serta dicintai oleh Allah SWT.
Perlu pula diketahui bahwa salah satu yang menjadi penekanan pokokdalam surah Ali Imran, 3: 159 itu dalah perintah untuk melakukan musyawarah. Perinyah ini bukan hanya ditunjukan kepada Nabi Muhammad SAW, tetapi kepada seluruh pengikutnya yakni umat islam, di mana pun mereka berada.
Kata musyawarah berasal dari akar kata arab (syawara) yang artinya, secara kebahasaan ialah mengeluarkan madu dari sarang lebah. Sedangkan menurut istilah yang dimaksud, dengan musyawarah itu ialah berunding antara seseorang dengan orang lain, antara satu golongan dan golongan lain, mengenai suatu masalah, dengan maksud untuk mengambil keputusan atau kesepakatan bersama.
Mengacu kepada Al-Qur’an surah Ali Imran, 3: 159, maka di dalam pergaulan hidup bermasyarakat, khususnya dalam bermusyawarah, hendaknya diterapkan prinsip-prinsip umum sebagai berikut ini:
1.     Melandasi musyawarah dengan hati yang bersih, tidak kasar, lemah lembut, dan penuh kasih sayang.
2.     Dalam bermusyawarah hendaknya bersikap dan berperilaku baik, seperti: tidak berperilaku keras, dengan tutur kata yang sopan, saling menghormati, dan saling menghargai, serta melakukan usaha-usaha agar hasil musyawarah itu berguna.
3.     Para peserta musyawarah hendaknya berlapang dada, bersedia memberi maaf apabila dalam musyawarah itu terjadi perbedaan-perbedaan pendapat, dan bahkan terlontar ucapan-ucapan yang menyinggung perasaan, juga bersedia memohonkan ampun atas kesalahan para peserta musyawarah, jika memang bersalah.
4.     Hasil musyawarah yang telah disepakati bersama hendaknya dilaksanakan dengan bertawakal kepada Allah SWT. Orang-orang yang bertawakal tentu akan berusaha sekuat tenaga, diiringi dengan doa kepada Allah Azza wajalla, sedangkan hasilnya diserahkan kepada Allah SWT. Sesungguhnya Allah SWT itu menyukai orang-orang yang bertawakal.
Suatu hal yang perlu disadari bahwa musyawarah yang diterapkan dari mulai lembaga terendah yaitu keluarga, sampai dengn lembaga tertinggi, yaitu MPR, hasilnya jangan sampai menyimpang dari ajaran Allah SWT dan Rasul-nya (Al-Qur’an dan Hadis). Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT yang artinya: “… Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur’an) dan rasul (Hadis).” (Q.S. An-Nisa, 4: 59).
Hal lain yang perlu diperhatikan oleh setiap Muslim/Muslimah, bahwa lapangan yang dimusyawarahkan terbatas pada masalah-masalah kemasyarakatan, yang tidak ada petunjuknya secara tegas dan jelas dalam Al-Qur’an dan Hadis. Misalnya usaha mengatasi kesulitan ekonomi dalam keluarga, masalah usaha mewujudkan keamanan dan ketertiban dalam masyarakat, dan masalah menghilangkan kebodohan dan kemiskinan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara (lihatQ.S Al-Ahzab, 33: 36).


0 komentar:

Posting Komentar