Keluarga
Barmakid (600 M – 900 M)
Keluarga
Barmakid adalah sebuah keluarga Budha yang berpengaruh dari daerah Balkh,
sekarang berada di teritorial Afghanistan. Pada saat Dinasti Umayyah
menaklukkan daerah tersebut, pada pertengahan tahun 600-an M, keluarga ini pun
memeluk Islam. Setelah revolusi Abbasiyah tahun 750 M, keluarga Barmakid mulai
menunjukkan bakat mereka sebagai administrator yang handal. Mereka mewarisi
pengalaman nenek moyang mereka yang pernah mengurusi birokrasi kerajaan Persia
selama berabad-abad. Pengalaman mengurusi birokrasi yang besar inilah yang
tidak dimiliki oleh keluarga Abbasiyah.
Sebagai
menteri atau pelaksana pemerintahan, keluarga Barmakid memiliki pengaruh yang
signifikan dalam stabilitas kerajaan di akhir abad ke-8, Yahya bin Khalid
al-Barmaki adalah adalah salah satu contohnya. Yahya ditunjuk sebagai mentor
Harun al-Rasyid yang masih belia kala itu. Hasilnya sudah kita ketahui, Harun
al-Rasyid dikenal sebagai khalifah terbaik di zaman Abbasiyah dan berhasil
membawa kerajaan tersebut mencapai masa keemasan. Di bawah arahan dan
bimbingannya, Harun al-Rasyid membangun hubungan yang baik dengan negara-negara
tetangga, menumbuhkan ekonomi progresif, jaminan terhadap para ulama, dan
sistem infrastruktur yang menyaingi kemegahan Romawi kuno di zamannya. Keluarga
Barmakid lah yang sangat mempengaruhi menajemen perpolitikan dunia Islam yang
berlangsung hingga beberapa abad.
Berke
Khan (wafat tahun 1266 M)
Ia
adalah cucu dari Jenghis Khan sang penakluk dari Mongol. Berke Khan merupakan
tokoh penting dalam sejarah Mongol pada pertengahan tahun 1200-an M. Ia adalah
raja Dinasti Golden Horde, salah satu generasi yang membawa bangsa Mongol
mengecap masa keemasan mereka. Sebagaimana nenek moyangnya, Berke juga menganut
paham Shamanisme sebelum ia memeluk Islam. Berke adalah seorang pemimpin yang
kuat, ia pernah mengirim pasukan ke Utara pegunungan Kaukasus dan Tenggara
Eropa untuk menaklukkan orang-orang Kipchak Turki. Ia juga memobilisasi
pasukannya untuk menaklukkan seluruh wilayah Hungaria.
Setelah
misi militernya selesai di wilayah-wilayah tersebut, dalam perjalanan pulang
menuju Mongol, ia singgah di wilayah Bukhara, tempat dimana rasa
keingintahuannya tentang Islam muncul. Lalu ia bertanya tentang Islam kepada
penduduk setempat. Mendengar penjelasan-penjelasan tentang Islam, Berke
meyakini pesan-pesan yang dibawa oleh agama Islam benar-benar sejalan dengan
tujuan penciptaan manusia dan mendamaikan jiwanya yang tidak tenang dalam
keyakinan animisme dan dinamisme yang dibawa oleh ajaran Shamaniah. Ia pun
memutuskan untuk memeluk agama Islam sekaligus menjadi pemimpin Mongol pertama
yang menerima Islam. Keislamannya juga diikuti oleh banyak prajuritnya.
Keislaman
Berke dan pasukannya secara otomatis menanamkan jiwa persaudaraan mereka sesama
umat Islam. Saat itulah mulai muncul ketegangan ditubuh pasukan Mongol,
terutama dengan kubu sepupunya Hulagu Khan dari Dinasti Chagtai. Hulagu Khan
adalah penguasa Mongol untuk wilayah bekas-bekas kerajaan Persia, ia dikenal
kejam dan sangat mirip dengan kakek mereka Jenghis Khan. Hulagu telah membantai
jutaan umat Islam dalam ekspansi-ekspansinya di wilayah-wilayah Islam.
Setelah
mendengar jatuhnya Baghdad oleh sepupunya, Hulaghu Khan, pada tahun 1258,
dengan penuh keyakinan dan semangat persaudaraan sesama muslim, ia kesampingkan
pertalian darah atau nasabnya dengan Hulagu. Ia mengatakan “Hulagu telah
memporak-porandakan semua kota-kota Islam dan membunuh khalifah, dengan
pertolongan Allah aku akan membalas dan membuat perhitungan dengannya atas
banyak darah umat Islam yang ia tumpahkan.” Dengan dukungan pasukan kerajaan
Mamluk di Mesir, Berke memobilisasi pasukannya untuk memukul mundur pasukan
Hulagu.
Zaganos
Pasha (1446–1466 M)
Zagaros
Pasha adalah seseorang yang berasal dari Yunani ada juga yang mengatakan
seorang Albania. ia direkrut menjadi Yenicheri, korps elit kekaisaran Utsmani.
Seperti Yenicheri lainnya, ia dibekali ilmu agama Islam, administrasi
pemerintahan, dan pelatihan militer. Ia ditunjuk menjadi mentor dan penasihat
calon raja ketujuh Dinasti Utsmani Sultan Mehmed II atau yang lebih dikenal
dengan Sultan Muhammad al-Fatih yang masih sangat belia.
Saat
Mehmed menjabat sebagai raja Utsmani, Zaragos pun diangkat menjadi seorang
menteri. Zaragos selalu dilibatkan dalam semua urusan negara, terutama rencana
penaklukkan Konstantinopel pada tahun 1453. Saat penyerangan Konstantinopel,
Zaragos ditugaskan mengepung benteng Konstantinopel dari bagian Utara, dan
pasukannya merupakan rombongan pertama yang berhasil menyentuh dinding
Konstantinopel yang dikenal begitu kokoh. Peninggalan-peninggalan Zaragos masih
tersisa di wilayah Edrine berupa masjid, dapur umum, dan pemandian umum.
Ibrahim
Muteferrika (1674 – 1745 M)
Isu
yang sering diarahkan kepada kerajaan Utsmani adalah ilmu pengetahuan pada masa
kerajaan ini tidak berkembang, stagnan, dan sangat minim dengan inovasi, tidak
berbanding dengan luasnya wilayah kerajaan dan lamanya masa kekuasaan mereka.
Seorang yang berasal dari Hungaria, Ibrahim Muteferrika, mendengar dan
mengamati isu yang beredar ini. Sebagai seorang diplomat yang ditugaskan
menjembatani hubungan Utsmani dan Eropa, khususnya Prancis dan Swedia, Ibrahim
Muteferrika menangkap peluang dari kebangkitan Eropa (Renaissance) dimana
penggunaan mesin cetak menjadi budaya baru dan menurut Ibrahim orang-orang
Eropa belum optimal menggunakan alat tersebut. Ia pulang ke Istanbul dengan
misi mengembangkan inovasi percetakan dengan alat tersebut.
Ibrahim
mulai mencetak dan menerbitkan atlas dunia yang berisikan peta-peta berbagai
negara, kamus-kamus, dan buku-buku agama. Di antara hasil percetakannya yang
paling terkenal adalah sebuah atlas yang dibuat oleh seorang ahli geograpi yang
terkenal, Katip Celebi, yang menggambarkan peta dunia di zaman tersebut dengan
tingkat detail dan presisi yang luar biasa. Selain mengembangkan percetakan buku-buku,
Ibrahim Muteferrika juga menulis beberapa buku tentang sejarah, teologi,
sosiologi, dan astronomi.
Alexander
Russel Webb (1846 – 1965 M)
Di
akhir abad 19, dunia jurnalistik Amerika mulai memasuki era baru. Pengaruh
dunia tulis-menulis sangat besar dan efektif dalam membentuk opini di
masyarakat. Salah seorang yang berperan dalam perkembangan tersebut adalah
Alexander Russel Webb. Awalnya, Webb adalah seseorang yang beragama Kristen,
namun semakin hari agama tersebut malah menimbulkan keraguan baginya, hingga
hilanglah kepercayaannya dengan agama Kristen.
Setelah
kepercayaan terhadap agama Kristen hilang, ia mulai membuka diri dan
mempelajari agama-agama selain Kristen. Dan tiba-tiba ia merasakan ketertarikan
terhadap Islam. Ketika ditunjuk pemerintah Amerika untuk menjadi salah satu
pejabat kedutaan Amerika di Philipina tahun 1887, ia menggunakan kesempatan ini
untuk berkorespondensi dengan temannya, seorang penganut Ahmadiyah dari India
dan bertanya tentang Islam kepadanya.
Meskipun
keislamannya dimulai dengan menganut paham Ahmadiyah, ia terus mengembangkan
wawasan keislamannya dengan menuntut ilmu ke berbagai negeri Islam dan bertemu
dengan para ulama-ulama Islam sehingga ia mendapatkan pemahaman yang baik
tentang Islam dan terlepas dari pengaruh Ahmadiyah.
Tahun 1893, ia mengundurkan diri dari dunia diplomatik dan
kembali ke Amerika. Di negeri Paman Sam inilah ia memulai dakwahnya menyeru kepada
Islam. Dengan kemampuan jurnalistiknya, ia menulis beberapa buku dan
kolom-kolom opini di media masa menjelaskan kepada masyarakat Amerika tentang
Islam. Di awal abad 20, ia semakin dikenal sebagai seorang muslim yang giat dan
vokal dalam mendakwahkan Islam di Amerika, bahkan Sultan Utsmani, Sultan Abdul
Hamid II, memberinya gelar kehormatan dari kerajaan sebagai apresiasi terhadap
apa yang telah ia lakukan. Alexander Russel Webb wafat pada tahun 1916 dan
dimakamkan di New Jesrey. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala merahmatinya.
Malcolm
X (1925 – 1965 M)
Banyak hal yang bisa diceritakan dari perjalanan hidup Malcolm Xkarena
perjalanan hidupnya tidak semulus tokoh-tokoh sebelumnya. Hidupnya sempat
diwarnai rekam jejak negatif. Terlahir sebagai seorang kulit hitam adalah
sebuah masalah di zamannya, karena masyarakat Amerika masih memarjinalkan
orang-orang kulit hitam. Malcolm memulai masa mudanya yang keras dan berusaha
menunjukkan eksistensinya di kehidupan, walaupun terkadang itu membawa masalah
bagi dirinya sendiri. Ia pernah dikeluarkan oleh sekolahnya dan masuk bui di
tahun 1946 karena kasus kriminal yang ia lakukan.
Selama 8 tahun mendekam di jeruji besi, Malcolm mulai terpengaruh dengan pemikiran
“Negara Islam” yang dibawa oleh salah satu kelompok yang menyimpang yang
didirikan pada tahun 1900-an. Kelompok ini mengkampanyekan supremasi
orang-orang kulit hitam dan ras kulit putih adalah kelompok setan. Tentu saja latar
belakang berdirinya kelompok ini adalah penindasan yang dilakukan oleh
orang-orang kulit putih terhadap orang-orang kulit hitam. Setelah bebas dari
penjara, Malcolm bertemu dengan “Nabi” gerakan NOI (Nation of Islam), Elijah
Muhammad, Malcolm pun diangkat sebagai mentri dalam NOI.
Pada
tahun 1950-an, Malcolm menduduki jabatan tertinggi dalam kelompok ini. Hal itu
dikarenakan kecerdasannya dan retorikanya yang baik. Di era kebebasan Amerika
kala itu, Malcolm menjadi seorang pejuang hak asasi yang terkemuka. Ia
mengadvokasi hak-hak warga Amerika keturunan Afrika agar menjadi setara dengan
orang-orang kulit putih. Perjuangan Malcolm ini sama halnya dengan Martin
Luther King yang berusaha menjadikan hak warga kulit hitam setara dengan kulit
putih, hanya saja, perjuangan Malcolm cenderung lebih keras dan radikal.
Tahun
1950-an terjadi transformasi lagi pada ideologi Malcolm, ia mulai melihat celah
dan kekeliruan gerakan Nation of Islam. Ia pun meninggalkan gerakan ini dan
mulai mengkaji Islam, mencari nilai-nilai murni dari ajaran Islam yang penuh
kedamaian. Ketika ber-haji di tahun 1964, saat itulah ia menemukan hakikat
ajaran Islam. Ia pulang ke Amerika lalu mengajarkan dan menyebarkan nilai-nilai
dan ajaran-ajaran tersebut ke warga Afrika-Amerika di lingkungannya.
Di
masa-masa perubahan ini pulalah Malcolm mulai angkat bicara tentang
penyimpangan paham Nation of Amerika. Satu demi satu anggota Nation of Islam
keluar dari gerakan tersebut, namun tidak sedikit pula anggota-anggota gerakan
ini yang membenci dan memusuhinya. Puncaknya adalah pembunuhan terhadap dirinya
pada tahun 1965 oleh anggota gerakan Nation of Islam.
Walaupun
masa keislamannya tidak begitu lama, Malcolm X dianggap memiliki pengaruh besar
bagi perjuangan umat Islam di Amerika dan persamaan hak warga kulit hitam yang
termarjinalkan.
Oleh
ustadz Nur Fitri Hadi, MA
0 komentar:
Posting Komentar