8
September 2012 pukul 2:33
Kisah
spiritual anak amerika yang memeluk islam hanya karena dia baca mengenai buku
Islam, setelah sebelumnya orang tuanya memberinya semua buku semua agama yang
ada di dunia, Orang tua mutusin agar anaknya sendiri yang memilih agamanya.
Rasulullah saw bersabda: ”Setiap bayi yang dilahirkan dalam keadaan fitrah.
Maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, atau Nasrani, atau
Majusi.” (HR. Bukhari) Kisah bocah Amerika ini tidak lain adalah sebuah bukti
yang membenarkan hadits tersebut di atas. Alexander Pertz dilahirkan dari kedua
orang tua Nasrani pada tahun 1990 M. Sejak awal ibunya telah memutuskan untuk
membiarkannya memilih agamanya jauh dari pengaruh keluarga atau masyarakat.
Begitu dia bisa membaca dan menulis maka ibunya menghadirkan untuknya buku-buku
agama dari seluruh agama, baik agama langit atau agama bumi. Setelah membaca
dengan mendalam, Alexander memutuskan untuk menjadi seorang muslim. Padahal ia
tak pernah bertemu muslim seorangpun. Dia sangat cinta dengan agama ini sampai
pada tingkatan dia mempelajari sholat, dan mengerti banyak hukum- hukum syar’i,
membaca sejarah Islam, mempelajari banyak kalimat bahasa Arab, menghafal sebagian
surat, dan belajar adzan. Semua itu tanpa bertemu dengan seorang muslimpun.
Berdasarkan bacaan-bacaan tersebut dia memutuskan untuk mengganti namanya yaitu
Muhammad ’Abdullah, dengan tujuan agar mendapatkan keberkahan Rasulullah saw
yang dia cintai sejak masih kecil. Salah seorang wartawan muslim menemuinya dan
bertanya pada bocah tersebut. Namun, sebelum wartawan tersebut bertanya
kepadanya, bocah tersebut bertanya kepada wartawan itu, ”Apakah engkau seorang
yang hafal Al Quran ?” Wartawan itu berkata: ”Tidak”. Namun sang wartawan dapat
merasakan kekecewaan anak itu atas jawabannya. Bocah itu kembali berkata ,
”Akan tetapi engkau adalah seorang muslim, dan mengerti bahasa Arab, bukankah
demikian ?”. Dia menghujani wartawan itu dengan banyak pertanyaan. ”Apakah
engkau telah menunaikan ibadah haji ? Apakah engkau telah menunaikan ’umrah ?
Bagaimana engkau bisa mendapatkan pakaian ihram ? Apakah pakaian ihram tersebut
mahal ? Apakah mungkin aku membelinya di sini, ataukah mereka hanya menjualnya
di Arab Saudi saja ? Kesulitan apa sajakah yang engkau alami, dengan
keberadaanmu sebagai seorang muslim di komunitas yang bukan Islami ?” Setelah
wartawan itu menjawab sebisanya, anak itu kembali berbicara dan menceritakan
tentang beberapa hal berkenaan dengan kawan-kawannya, atau gurunya, sesuatu
yang berkenaan dengan makan atau minumnya, peci putih yang dikenakannya,
ghutrah (surban) yang dia lingkarkan di kepalanya dengan model Yaman, atau
berdirinya di kebun umum untuk mengumandangkan adzan sebelum dia sholat. Kemudian
ia berkata dengan penuh penyesalan, ”Terkadang aku kehilangan sebagian sholat
karena ketidaktahuanku tentang waktu-waktu sholat.” Kemudian wartawan itu
bertanya pada sang bocah, ”Apa yang membuatmu tertarik pada Islam ? Mengapa
engkau memilih Islam, tidak yang lain saja ?” Dia diam sesaat kemudian
menjawab. Bocah itu diam sesaat dan kemudian menjawab, ”Aku tidak tahu, segala
yang aku ketahui adalah dari yang aku baca tentangnya, dan setiap kali aku
menambah bacaanku, maka semakin banyak kecintaanku”. Wartawab bertanya kembali,
”Apakah engkau telah puasa Ramadhan ?” Muhammad tersenyum sambil menjawab, ”Ya,
aku telah puasa Ramadhan yang lalu secara sempurna. Alhamdulillah, dan itu
adalah pertama kalinya aku berpuasa di dalamnya. Dulunya sulit, terlebih pada
hari-hari pertama”. Kemudian dia meneruskan : ”Ayahku telah menakutiku bahwa
aku tidak akan mampu berpuasa, akan tetapi aku berpuasa dan tidak mempercayai
hal tersebut”. ”Apakah cita-citamu ?” tanya wartawan Dengan cepat Muhammad
menjawab, ”Aku memiliki banyak cita-cita. Aku berkeinginan untuk pergi ke
Makkah dan mencium Hajar Aswad”. ”Sungguh aku perhatikan bahwa keinginanmu
untuk menunaikan ibadah haji adalah sangat besar. Adakah penyebab hal tersebut
?” tanya wartawan lagi. Ibu Muhamad untuk pertama kalinya ikut angkat bicara,
dia berkata : ”Sesungguhnya gambar Ka’bah telah memenuhi kamarnya, sebagian
manusia menyangka bahwa apa yang dia lewati pada saat sekarang hanyalah semacam
khayalan, semacam angan yang akan berhenti pada suatu hari. Akan tetapi mereka
tidak mengetahui bahwa dia tidak hanya sekedar serius, melainkan mengimaninya
dengan sangat dalam sampai pada tingkatan yang tidak bisa dirasakan oleh orang
lain”. Tampaklah senyuman di wajah Muhammad ’Abdullah, dia melihat ibunya
membelanya. Kemudian dia memberikan keterangan kepada ibunya tentang thawaf di
sekitar Ka’bah, dan bagaimanakah haji sebagai sebuah lambang persamaan antar
sesama manusia sebagaimana Tuhan telah menciptakan mereka tanpa memandang
perbedaan warna kulit, bangsa, kaya, atau miskin. Kemudian Muhammad meneruskan,
”Sesungguhnya aku berusaha mengumpulkan sisa dari uang sakuku setiap minggunya
agar aku bisa pergi ke Makkah Al-Mukarramah pada suatu hari. Aku telah
mendengar bahwa perjalanan ke sana membutuhkan biaya 4 ribu dollar, dan
sekarang aku mempunyai 300 dollar.” Ibunya menimpalinya seraya berkata untuk
berusaha menghilangkan kesan keteledorannya, ”Aku sama sekali tidak keberatan
dan menghalanginya pergi ke Makkah, akan tetapi kami tidak memiliki cukup uang
untuk mengirimnya dalam waktu dekat ini.” ”Apakah cita-citamu yang lain ?”
tanya wartawan. “Aku bercita-cita agar Palestina kembali ke tangan kaum
muslimin. Ini adalah bumi mereka yang dicuri oleh orang-orang Israel (Yahudi)
dari mereka.” jawab Muhammad Ibunya melihat kepadanya dengan penuh keheranan.
Maka diapun memberikan isyarat bahwa sebelumnya telah terjadi perdebatan antara
dia dengan ibunya sekitar tema ini. Muhammad berkata, ”Ibu, engkau belum
membaca sejarah, bacalah sejarah, sungguh benar-benar telah terjadi perampasan
terhadap Palestina.” ”Apakah engkau mempunyai cita-cita lain ?” tanya wartawan
lagi. Muhammad menjawab, “Cita-citaku adalah aku ingin belajar bahasa Arab, dan
menghafal Al Quran.” “Apakah engkau berkeinginan belajar di negeri Islam ?”
tanya wartawan Maka dia menjawab dengan meyakinkan : “Tentu” ”Apakah engkau
mendapati kesulitan dalam masalah makanan ? Bagaimana engkau menghindari daging
babi ?” Muhammad menjawab, ”Babi adalah hewan yang sangat kotor dan
menjijikkan. Aku sangat heran, bagaimanakah mereka memakan dagingnya.
Keluargaku mengetahui bahwa aku tidak memakan daging babi, oleh karena itu
mereka tidak menghidangkannya untukku. Dan jika kami pergi ke restoran, maka
aku kabarkan kepada mereka bahwa aku tidak memakan daging babi.” ”Apakah engkau
sholat di sekolahan ?” ”Ya, aku telah membuat sebuah tempat rahasia di
perpustakaan yang aku shalat di sana setiap hari” jawab Muhammad Kemudian
datanglah waktu shalat maghrib di tengah wawancara. Bocah itu langsung berkata
kepada wartawan,”Apakah engkau mengijinkanku untuk mengumandangkan adzan ?”
Kemudian dia berdiri dan mengumandangkan adzan. Dan tanpa terasa, air mata
mengalir di kedua mata sang wartawan ketika melihat dan mendengarkan bocah itu
menyuarakan adzan. Suhanallah. jika berkenan jangan lupa koment ato share dan
terima kasih atas kunjunganya
0 komentar:
Posting Komentar